• Senin, 25 September 2023

KOLOM YUDI LATIF : Buku Kehidupan

- Selasa, 12 September 2023 | 08:02 WIB
Buku biografi teragung adalah mahakarya Sang Pencipta yang tertulis dalam keseluruhan sekuens DNA (genom) pada diri manusia. (instagram yudilatif_official)
Buku biografi teragung adalah mahakarya Sang Pencipta yang tertulis dalam keseluruhan sekuens DNA (genom) pada diri manusia. (instagram yudilatif_official)

NARATIMES.COM - Saudaraku, buku biografi teragung adalah mahakarya Sang Pencipta yang tertulis dalam keseluruhan sekuens DNA (genom) pada diri manusia.

Kedahsyatan mahakarya penciptaan itu bisa kita tangkap dalam buku "Genome: The Autobiography of a Species in 23 Chapters, " karya Matt Ridley (2013).

Diuraikan bahwa tubuh manusia terdiri dari sekitar 100 triliun SEL. Di dalam setiap sel ada bintik hitam yang disebut inti (nucleus). Tiap inti mengandung dua perangkat lengkap genom manusia: seperangkat dari ibu dan seperangkat dari ayah.

Setiap GENOM ibarat buku autobiografi manusia yang ditulis dengan kode-kode kimia, pada rantai-rantai panjang gula dan fosfat yang disebut molekul DNA.

Buku itu terdiri dari 23 bab yang disebut KROMOSOM, yang mengandung sepasang molekul DNA yang sangat panjang. Tiap bab terdiri dari beberapa ribu cerita yang disebut GEN. Tiap cerita tersusun dari paragraf yang disebut EKSON, dan diselingi iklan yang disebut INTRON. Tiap paragraf terbentuk dari kata-kata yang disebut KODON. Tiap kata terdiri dari huruf-huruf yang disebut BASA.

Bayangkan, dalam bintik kecil bermuatan genom yang membentuk rantai DNA itu, seluruh rangkaian sejarah manusia terekam sejak awal kehidupan di bumi sekitar 4 miliar tahun lalu. Bila dituliskan, buku itu terdiri dari satu miliar kata, sepadan dengan sekitar 800 buah Alkitab. Sampai-sampai, Matt Ridley menyimpulkan bahwa kehidupan laksana informasi digital yang tertulis dalam DNA.

Semakin kita tahu, makin takjub pada keagungan semesta, dan makin merasa fakir, kurang ilmu untuk menyingkap sisi gelap dari ketakbertepian samudera ilmu Sang Pencipta.

Celakanya, banyak di antara kita yang merasa sudah cukup tahu, karena/sehingga berhenti belajar. Saat hutan alam kita makin tipis, padang gulma kebodohan kita justru kian tebal.

Padahal, perkembangan ilmu itu bagaikan tungku perapian yang harus disuapi dengan gulma-gulma kebodohan sekitar kita. Hanya dengan terus membakar padang gulma kebodohan, perapian pengetahuan tetap menyala.

Begitulah, pusat perhatian ilmuwan sejati bukanlah lahan terbuka yang sudah disiangi pengetahuan, melainkan kepekatan gulma kebodohan yang masih tebal di depan mata.

(Edulatif No. 19)

Editor: Annastasia F

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KOLOM YUDI LATIF : Spirit Papua

Minggu, 24 September 2023 | 10:43 WIB

KOLOM YUDI LATIF : Fitrah Kepahlawanan

Jumat, 22 September 2023 | 10:39 WIB

KOLOM YUDI LATIF : Anugerah dan Kerentanan

Kamis, 21 September 2023 | 11:52 WIB

KOLOM YUDI LATIF : Agama dan Kemakmuran

Rabu, 20 September 2023 | 13:26 WIB

KOLOM YUDI LATIF : Memahami Minds

Senin, 18 September 2023 | 23:19 WIB

KOLOM YUDI LATIF : Buku Kehidupan

Selasa, 12 September 2023 | 08:02 WIB
X