NARATIMES.COM - Pesan moral dari peristiwa Isra dan Miraj yang relevan dengan bangsa Indonesia adalah ajaran tentang ketabahan dan optimisme.
Sejarah Islam mencatat, Nabi Muhammad diajak bermi’raj ke Shidratul Muntaha saat mengalami kesedihan pasca wafatnya istri tercinta, Siti Khadijah dan paman yang ia sayangi, Abu Thalib.
"Peristiwa itu dicatat sebagai tahun kesedihan. Tapi setelah bermi’raj, Nabi kembali optimis. Mari kita ambil pelajaran berharga ini. Sebagai bangsa kita tidak boleh terus berduka akibat pandemi Covid-19. Kesedihan bisa diganti kebahagiaan asalkan kita optimis, mau bekerja, seperti yang dialami Nabi usai bermi’raj," ujar Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah.
Baca Juga: Ahmad Munasir Terdeteksi Masuk Amerika Lewat Boston
Menurut Wakil Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu, makna etimologis 'Shidratul Muntaha' dalam Al-Quran surat Al-Najm ayat 14 adalah '’Pohon Penghabisan'.
Kata pohon dalam Bahasa Arab juga disebut 'syajarah', yang dipakai untuk memaknai kata sejarah dalam makna histori.
"Itu artinya, setiapkali kita memperingati peristiwa Isra dan Miraj, kita diminta untuk merenungkan sejarah kita, sejarah bangsa kita, sebagaimana Rasulullah takjub melihat Shidratul Muntaha atau pohon kehidupan bangsa-bangsa sejak masa lalu sampai masa mendatang. Di sinilah kita menjadi paham mengapa Bung Karno pada pidato terakhir HUT Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1966 mengingatkan kita semua agar tidak melupakan sejarah bangsa kita sendiri, yang beliau sebut Jas Merah atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah," jelas Ahmad Basarah.
Baca Juga: SIM Keliling Wilayah DKI Jakarta pada 20 Februari 2023 ada di Empat Lokasi
Selain itu, salah satu pesan moral lainnya dari peristiwa Isra dan Mi’raj Rasulullah Muhammad SAW adalah larangan keras menyebarkan hoaks dan fitnah.
Bahkan di saat terjadi perang ideologi sekalipun.
Saat Nabi dituduh berbohong mendapatkan wahyu dari Jibril, lewat peristiwa Mi’raj Allah SWT membuktikan pertemuan fisik antara Nabi dengan Jibril di Shidratul Muntaha.
"Periode penyebaran Islam di Makkah bisa diibaratkan sebagai perang ideologi antara politeisme melawan monoteisme. Pada saat itu terjadilah kontestasi dan perang urat syaraf, tapi Nabi memberi teladan mulia bahwa beliau tidak pernah menyebarkan hoaks demi memenangkan pertempuran. Verifikasi data terjadi dalam peristiwa Isra dan Miraj, Nabi bertemu Jibril secara fisik seperti dijelaskan dalam surat Al-Najm ayat 13," jelas Ahmad Basarah.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca 20 Februari 2023: Jabodetabek Hujan di Siang Hari
Untuk itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini mengajak semua pihak tidak menjadikan peristiwa Isra Mi’raj hanya sebagai seremoni tahunan belaka, tapi menjadikannya teladan berharga dalam berbangsa dan bernegara.
Artikel Terkait
Sidang Isbat I Syawal 1443 H, Kemenag Akan Undang Ormas Islam
Muhammadiyah : Umat Muslim Harus Patuhi Syariat Islam dalam Memilih Hewan Kurban
Apa Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Natal bagi Umat Islam? Ternyata Ini Jawabannya
Viral Ucapan Gitasav Soal Anak, Islam Larang Muslim untuk Latah Ikuti Tren Childfree. Hadistnya Saklek!
Tren Childfree Tak Sesuai Anjuran Agama Islam Serta Menyalahi Makna Filosofis dari Pernikahan
Wow Shireen Sungkar Berkuda Sambil Kenakan Abaya di Pantai, Netizen Bilang Kayak Pejuang Islam Versi Ukhti