NARATIMES.COM - Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo (1908-1981), yang lebih kita kenal dengan nama Buya Hamka, adalah seorang ulama besar, filsuf dan sastrawan Indonesia.
Selama hidupnya, Hamka berkarier sebagai wartawan, penulis dan pengajar. Juga menjadi politisi, pegawai Kementerian Agama, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pada 2014, Ketua MUI Din Syamsuddin dan produser film Chand Parwez Servia sepakat untuk membuat seri film Buya Hamka.
Baca Juga: Sebanyak 1.234 Calon Petugas Haji ikuti Gladi Posko yang Digelar Kementerian Agama
Pada 2019, dimulailah syuting film biopik Buya Hamka. Film karya rumah produksi Falcon Pictures dan Starvision itu adalah film dengan biaya produksi termahal.
Alasan mahalnya biaya film Buya Hamka itu karena lamanya proses produksi film (sejak 2014).
“Butuh biaya produksi yang mungkin yang terbesar sepanjang sejarah perfilman Indonesia,” kata produser Starvision Chand Parwez, di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, seperti dilansir Grid.ID.
Baca Juga: Indonesia Ekspor Makanan Siap Saji Perdana ke Arab Saudi untuk Konsumsi Jemaah Haji Indonesia
Senada dengan Chand Parwez, produser Falcon Picture Frederica mengatakan, biaya produksi Buya Hamka 'tidak masuk akal'.
Jangankan membayangkan keuntungan dari produksi film tersebut, Frederica mengatakan, sekadar balik modal saja menjadi suatu hal yang berat.
“Secara perhitungan bisnis angka ini enggak masuk akal, biayanya luar biasa," ungkap Frederica.
Baca Juga: Wali Kota Bandung Yana Mulyana Terjaring OTT KPK
"Mungkin balik modal aja berat, tapi niat kami tulus, agar masyarakat melihat hebatnya Buya Hamka,” lanjutnya.
Faktor lainnya yang membuat biaya produksi biopik Buya Hamka meledak adalah tata riasnya.